Bohong Jika Imam Hasan Al Banna Tidak Mengikuti Pemilu!

image 2 Dzulqa’dah 1367/5 September 1948

Mukadimah

Pada bulan Januari 1941 Munas Tahunan Ikhwanul Muslimin keenam menetapkan untuk memberikan izin kepada Maktab Irsyad mengajukan tokoh-tokoh Ikhwan untuk menjadi calon anggota legislatif untuk menyuarakan pandangan Jamaah Ikhwanul Muslimin demi kemaslahatan agama dan bangsa.

Berdasarkan keputusan Munas ke-6 itu, Imam Hasan Al-Banna mengajukan diri untuk menjadi calon anggota dewan pada Pemilu Mesir tahun 1942. Atas tekanan penjajah Inggris, Perdana Menteri, Mustafa Nuhas Pasya meminta Imam Hasan Al-Banna untuk mengundurkan diri dari pencalonannya. Setelah terjadi kesepakatan antara Ikhwan dengan penguasa tentang penghapusan bagha resmi, wajibnya penggunaan bahasa Arab bagi perusahaan-perusahaan dalam semua transaksinya, dibolehkannya Ikhwanul Muslimin beraktivitas serta mengeluarkan surat kabarnya dan meredakan perseteruan dengan kekuatan lainnya yang hanya menguntungkan penjajah Inggris.

Baca lebih lanjut

Ikhwanul Muslimin Dan Kemerdekaan Indonesia

Banyak yang belum tahu bahwa gerakan Ikhwanul Muslimin di Mesir ikut andil dalam kemerdekaan Indonesia. Sejarah menyatakan bahwa Syaikh Hasan Al banna pemimpin Ikhwanul Muslimin, mendesak pemimpin Mesir untuk mengakui Indonesia sebagai negara yang berdaulat. Karena butuh pengakuan sebuah negara dari negara lain untuk mendeklarasikan negara. Dan itu tidak didapatkan dari negara manapun kecuali yang pertama kali adalah Mesir, atas desakan Ikhwanul Muslimin yang melihat Indonesia sebagai negara muslim. Dan kedua adalah Palestina, setelah itu negara-negara lain.

Hal ini sangat jelas sekali, bahwa hanya keimananlah yang menyatukan mereka. Yang mengakui kedaulatan Islam itu sendiri. Walaupun harus dikhianati, tetapi umat Islam tidak akan pernah runtuh dalam perjuangannya.

Bung Syahrir ditemani Mr. Nazir Pamoncak dan M.Z. Hassan (Penulis buku Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri) berkunjung ke Kantor Pusat Al-Ikhwan Al-Muslimun Mesir untuk menyampaikan terimakasih Indonesia kepada Hasan Al-Banna yang sangat kuat mendukung kemerdekaan Indonesia.


KH. Agus Salim, Ketua Delegasi Indonesia, bersama H. Rasyidi menyampaikan terima kasih Indonesia kepada Hasan Al-Banna yang kuat sekali menyokong perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Sumber: Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri, M.Z. Hassan, Penerbit Bulan Bintang Jakarta, Hal. 220 & 227.

Nah siapakah yang menuduh serampangan dan keji atas jasa-jasa setiap muslim, maka sesungguhnya mereka orang-orang keji yang sedang menutupi kekejiannya.

Film Drama Hasan al-Banna Segera Diluncurkan

Dalam waktu dekat, sebuah serial drama yang mengisahkan sejarah kehidupan dan perjuangan pendiri sekaligus pemimpin Jama’ah al-Ikhwan al-Muslimin (IM) Hasan al-Banna akan segera diluncurkan.

Film tersebut rencananya akan membawa judul besar "Rihlah la Tantahi" (Perjalanan yang Tak Pernah Berakhir). Saat ini, naskah film tersebut tengah digarap di Kairo oleh sutradara sekaligus script-writer Mesir terkemuka, Ayman Salamah.

Harian Mesir berhaluan kiri al-Badil (23/3) mengabarkan, naskah film tersebut kini tengah dalam prosesi penggodogan dan pematangan di tangan beberapa petinggi Jama’ah IM.

Salamah sebelumnya telah sukses menggarap serial "Sirah wa Masirah" (Biografi dan Perjalanan) yang salah satunya menyoroti biografi dan kisah hidup Presiden Mesir Husni Mubarak.

Sementara itu, penanggung jawab produksi serial ini ditangani oleh tiga orang, yaitu Ahmad Saif al-Islam Hasan al-Banna yang juga putra Hasan al-Banna sendiri, Abdul Aziz Makhyun, seniman ternama Mesir, serta Muhsin Radhi, pemilik beberapa arsip dan dokumen langka tentang al-Banna. “Dengan difilmkannya tokoh paling legendaris tersebut, semoga dapat Mengembalikan Jati Diri Bangsa Mesir seutuhnya, untuk kembali kejalan dakwah yang damai dan selalu bersemangat”. [bdl/atjeng/hidayatullah]

Tuduhan dan Jawaban terhadap Tokoh Ikhwan

Hasan al-Banna dituduh bersikap tafwidh (menyerahkan) terhadap makna ayat-ayat sifat dan asma Allah.

Sesungguhnya lafadz "tafwidh" yang dimaksud oleh Ustadz Hasan al-Banna rahimahullah adalah tafwidh terhadap kaifiyah (cara). Sebagaimana perkataan Imam Malik rahimahullah ketika ditanya tentang kaifiyah istiwa’. Imam malik mengatakan, "Istiwa itu ma’lum (diketahui), kaifiyah itu majhul (tidak diketahui)." Artinya kita kembalikan pemahaman kaifiyah istiwa itu kepada Allah swt. yang lebih mengetahui tentang kaifiyah yang layak bagi-Nya.

Yang lebih mengukuhkan bahwa yang dimaksud Hasan al-Banna adalah tafwidh dalam hal kaifiyah adalah bahwa beliau merincikan penjelasan tentang asma dan shifat dalam kitabnya.

Kalaulah yang dimaksud adalah tafwidh dari sisi makna, niscaya al-Banna tidak berbicara rinci tentang hal tersebut dalam risalah al-‘Aqa’id.

Tuduhan selain itu adalah seputar perkataan Hasan al-Banna yang menjadikan ayat-ayat asma’ wa shifat dalam kelompok ayat-ayat Mutasyabih (penyerupaan makna sehingga tidak ada kejelasan).

Perkataan tersebut adalah, "Dan ma’rifatullah -tabaraka wa ta’ala-, mentauhidkan dan mensucikan-Nya merupakan unsur aqidah Islam yang paling tinggi. Ayat-ayat sifat dan hadits-hadits shahih serta yang terkait dengannya dari masalah-masalah yang mutasyabih, kami mengimaninya sebagaimana adanya tanpa ta’wil (tatsir yang jauh dari eks) dan ta’thil (peniadaan) dan kami tidak ingin tenggelam dalam perselisihan antara ulama dalam masalah ini.

“Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, "Kami beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami…" (QS. Ali Imran: 7)

Lafadz mutasyabih dalam ungkapan al-Banna di atas adalah dalam kaifiyah penyifatan, bukan bahwa asma wa sifat itu mutasyabih. Ini jelas tersimpul bila kita meneliti tulisan-tulisan Imam al-Banna rahimahullah. Baca lebih lanjut

Hujatan terhadap Dakwah Al-Banna

Metode yang ditempuh harakah Ikhwan dalam hal ini, juga telah dijelaskan oleh Muhammad Fathy Utsman dalam kitabya "As-Salafiyah fi al-Mujtama’at al-Mu’ashirah, Manhajiyatu al-Ustadz Hasan al-Banna min Khilal Mudzakkiratihi" (Salafiyah di Era Masyarakat Modern, Manhaj Ustadz Hasan al-Banna dalam Memorandumnya).

Dalam buku itu disebutkan:
"Sejak usia muda, Hasan al-Banna sangat memegang teguh amalan sunnah, hingga dalam hal pakaian. Ketika masih menjadi pelajar di sekolah pendidikan guru, beliau mengenakan ‘imamah, memakai sandal untuk ihram waktu haji, sorban yang beliau simpangkan di atas jubah, dan memelihara janggut.

"Ketika direktur madrasah bertanya tentang pakaian tersebut kepadanya, Hasan al-Banna menjawab, sebagaimana tertulis dalam mudzakkirahnya, ’Pakaian seperti ini adalah sunnah.’ Sang kepala sekolah lalu menimpali, ’Apakah engkau sudah mengamalkan semua sunnah-sunnah Rasul, sehingga tidak tersisa kecuali sunnah dalam berpakaian?’

"Al-Banna mengatakan, ’Saya belum mampu melakukan semua sunnah, dan kita memang sangat kurang dalarn hal tersebut. Akan tetapi apa yang kita mampu melakukannya, hendaknya kita lakukan."

Di awal da’wahnya di Ismai’iliyah, beliau menghadapi perpecahan klasik antara ansharu sunnah (kelompok pendukung sunnah) dan Thuruqiyah (kelompok pengikut tarekat sufi). Baca lebih lanjut

Fenomena Ayat-Ayat Cinta

Subhanallah. Ucapan itu yang pertama kali setelah membaca novel ayat-ayat cinta saat tahun 2005. “Saya harus memiliki novel ini” itu ucapan saya langsung setelah membaca novel ayat-ayat cinta pinjaman seorang teman. Saya membacanya mulai pukul 23.00 Wib sampai dengan pukul 04.00 Wib. Sampai-sampai saya lupa kebiasaan saya. Sholat lail tertinggalkan hanya gara-gara membaca novel ayat-ayat cinta. Wuih! Saya hanya tiga kali membaca buku yang saya selesaikan dalam satu hari. Yaitu yang pertama fiqih prioritas, tarbiyah Hasan Al banna, dan novel ayat-ayat cinta. Padahal biasanya saya menyelesaikan membaca buku maksimal dua minggu. Baca lebih lanjut